II.3 Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial
Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk:
• Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
• Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
• Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.
• Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
• Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk:
• Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
• Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
• Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.
• Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
• Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
II.3.1 Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah: Memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.
Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah: Memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.
II.3.2 Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit
Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang dilakukan di negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung atau keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak penting (misalnya penyuntikan antibiotika).7 Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan:
• Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan
• Pergunakan jarum steril
• Penggunaan alat suntik yang disposabel.
Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitupun dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas, mereka harus menggunakan masker saat keluar dari kamar penderita.
Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang kotor, sanrung tangan harus segera diganti.11
Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.11
Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang dilakukan di negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung atau keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak penting (misalnya penyuntikan antibiotika).7 Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan:
• Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan
• Pergunakan jarum steril
• Penggunaan alat suntik yang disposabel.
Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitupun dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas, mereka harus menggunakan masker saat keluar dari kamar penderita.
Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang kotor, sanrung tangan harus segera diganti.11
Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.11
II.3.3 Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.11
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan.11
Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien.
Disinfeksi yang dipakai adalah:
• Mempunyai kriteria membunuh kuman
• Mempunyai efek sebagai detergen
• Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein.
• Tidak sulit digunakan
• Tidak mudah menguap
• Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun pasien
• Efektif
• tidak berbau, atau tidak berbau tak enak
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.11
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan.11
Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien.
Disinfeksi yang dipakai adalah:
• Mempunyai kriteria membunuh kuman
• Mempunyai efek sebagai detergen
• Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein.
• Tidak sulit digunakan
• Tidak mudah menguap
• Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun pasien
• Efektif
• tidak berbau, atau tidak berbau tak enak
II.3.4 Perbaiki ketahanan tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika. 6
Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika. 6
II.3.5 Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.9
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.9
Konsep Bendungan ASI
BAB I
Definisi
Bendungan ASI adalah pembendungan air
susu karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak
dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada putting susu. Bendungan
air susu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran
vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai
kenaikan suhu badan. (Sarwono, 2005).
Payudara terasa lebih penuh tegang
dan nyeri terjadi pada hari ketiga atau hari ke empat pasca persalinan
disebakan oleh bendungan vera edan pembuluh dasar bening. Hal ini semua
merupakan bahwa tanda asi mulai banyak di sekresi, namun pengeluaran belum
lancar.
Bila nyeri ibu tidak mau menyusui
keadaan ini akan berlanjut, asi yang disekresi akan menumpuk sehingga payudara
bertambah tegang. Gelanggang susu menonjol dan putting menjadi lebih getar.
Bayi menjadi sulit menyusu. Pada saat ini payudara akan lebih meningkat, ibu
demam dan payudara terasa nyeri tekan (oserty patologi: 196) Saluran tersumbat
= obstructed duct = caked brecs t. terjadi statis pada saluran asi (ductus
akhferus) secara local sehingga timbul benjolan local (Wiknjosastro, 2006).
Faktor
Penyebab Bendungan ASI
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:
1. Pengosongan mamae yang tidak
sempurna
Dalam
masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya
berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, & payudara
tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI
tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI.
2. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif
Pada
masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi
tidak aktif mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI.
3. Faktor posisi menyusui bayi yang
tidak benar
Teknik
yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan
menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak mau menyusui
bayinya dan terjadi bendungan ASI.
4. Puting susu terbenam
Puting
susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat
menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi
bendungan ASI.
5. Puting susu terlalu panjang
Puting
susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi
tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan
ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI.
Gejala
Bendungan ASI
Gejala yang dirasakan ibu apabila terjadi bendungan ASI
adalah :
1. Bengkak pada payudara
2. Payudara terasa keras
3.
Payudara
terasa panas dan nyeri
(Saifuddin, 2005)
2.2.4
Pencegahan
1. Menyusui secara dini, susui bayi
segera mungkin (sebelum 30 menit) setelah dilahirkan
2. Susui bayi tanpa dijadwal (on
demand)
3. Keluarkan asi dengan tangga atau
pompa bila produksi melebihi kebutuhan bayi
4. Perawawatan payudara pasca
persalinan (obserti patologi 169)
5. Menyusui yang sering
6. Memakai kantong yang memadai
7. Hindari tekanan local pada payudara
(Wiknjosastro,
2006)
Penatalaksanaan
1. Kompres air hangat agar payudara
menjadi lebih lembek
2. Keluarkan asi sebelum menyusui
sehingga asi keluar lebih mudah ditangkap dan di isap oleh bayi
3. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa
ASI
4. Untuk mengurangi ras sakit pada
payudara berikan kompres dingin
5. Untuk mengurangi statis di vena dan
pembuluh dara getah benih dilakukan pengurutan (marase) payudara yang dimulai
dari putting kearah korpus
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Pembendungan ASI menurut Pritchar (1999) adalah
pembendungan air susu karena penyempitan duktus lakteferi atau oleh
kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada
puting susu (Buku Obstetri Williams)
Keluhan ibu menurut Prawirohardjo, (2005) adalah
payudara bengkak, keras, panas dan nyeri. Penanganan sebaiknya dimulai selama
hamil dengan perawatan payudara untuk mencegah terjadinya kelainan.
Bila terjadi juga, maka berikan terapi
simptomatis untuk sakitnya (analgetika), kosongkan payudara, sebelum menyusui
pengurutan dulu atau dipompa, sehingga sumbatan hilang. Kalau perlu berikan
stilbestrol atau lynoral tablet 3 kali sehari selama 2-3 hari untuk membendung
sementara produksi ASI.
Kepenuhan fisiologis menurut Rustam (1998)
adalah sejak hari ketiga sampai hari keenam setelah persalinan, ketika ASI
secara normal dihasilkan, payudara menjadi sangat penuh. Hal ini bersifat
fisiologis dan dengan penghisapan yang efektif dan pengeluaran ASI oleh bayi,
rasa penuh tersebut pulih dengan cepat. Namun dapat berkembang menjadi
bendungan.
Pada bendungan, payudara terisi sangat penuh
dengan ASI dan cairan jaringan. Aliran vena limpatik tersumbat, aliran susu
menjadi terhambat dan tekanan pada saluran ASI dengan alveoli meingkat.
Payudara menjadi bengkak, merah dan mengkilap.
Jadi dapat diambil kesimpulan perbedaan
kepenuhan fisiologis maupun bendungan ASI pada payudara adalah :
- Payudara yang penuh terasa panas, berat dan keras. Tidak terlihat mengkilap. ASI biasanya mengalir dengan lancar dengan kadang-kadang menetes keluar secara spontan.
- Payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri. Payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri. Payudara terlihat mengkilap dan puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit menghisap ASI sampai bengkak berkurang.
2. Perawatan Payudara pada Masa Nifas Menurut
Depkes, RI (1993) adalah
Dengan tangan yang sudah
dilicinkan dengan minyak lakukan pengurutan 3 macam cara :
- Tempatkan kedua telapak tangan diantara ke 2 payudara kemudian urut keatas, terus kesamping, kebawah dan melintang hingga tangan menyangga payudara, kemudian lepaskan tangan dari payudara.
- Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan mengurut payudara dari pangkal ke arah puting, demikian pula payudara kanan.
- Telapak tangan menopang payudara pada cara ke – 2 kemudian jari tangan kanan dikepalkan kemudian buku-buku jari tangan kanan mengurut dari pangkal ke arah puting.
3. Terapi dan Pengobatan Menurut Prawirohardjo
(2005) adalah
a.
Anjurkan
ibu untuk tetap menyusui bayinya
b.
Anjurkan
ibu untuk melakukan post natal breast care
c.
Lakukan
pengompresan dengan air hangat sebelum menyusui dan kompres dingin sesudah
menyusui untuk mengurangi rasa nyeri
d.
Gunakan BH yang menopang
e.
Berikan
parasetamol 500 mg untuk mengurangi rasa nyeri dan menurunkan panas.
BAB III
MANAJEMEN ASUHAN
KEBIDANAN IBU NIFAS PADA Ny. K
DENGAN BENDUNGAN ASI
I. PENGUMPULAN DATA DASAR
A.
Identitas / Biodata
Nama
: Ny.
K
Nama Suami : Tn.A
Umur
: 20
tahun
Umur
: 24 tahun
Agama
:
Islam
Agama :
Islam
Pendidikan
: D
III
Pendidikan : SMA
Suku
:
Aceh
Suku
: Jawa
Pekerjaan
:
PNS
Pekerjaan : dagang
Alamat
:
Langsa
Alamat :
Langsa
B. Anamnesa (data
subyetif)
Pada Tanggal : 15 Februari
2011
Pukul: 15.30 wib
- Keluhan Utama :
Ibu 2 hari post partum
tanggal 15 Februari 2011 mengeluh payudara penuh, bengkak, terasa nyeri dan
tidak ada pengeluaran ASI
- Riwayat Persalinan dan kelahiran:
2.1
Jenis pesalinan: Normal
2.2
Jenis kelamin : Perempuan
BB
: 2800 gr
PB
: 49 cm
Keadaan Anak
: Baik
2.3
Proses Persalinan
Ketuban Pecah
:
Jam:
Menit(spontan/amniotomi)
Kala I
: Lamanya 7 jam berlangsung normal, pengeluaran
bloady show
Kala II
: Lamanya 30 menit, persalinan spontan perdarahan 100 cc.
Kelamin : perempuan, berat badan : 2800 gr, panjang badan :
49 cm, apgar score 8/9 hidup.
Kala III
: Lamanya 8 menit plasenta lahir lengkap, berat plasenta 500 gr, panjang tali
pusat 15 cm dan perdarahan 100 cc.
Kala
IV
: Berlangsung normal, kontraksi uterus baik perdarahan 100 cc keadaan umum
baik.
2.4 Jumlah Perdarahan
Kala
I
: - cc
Kala II
:
100 cc
Kala III
:
100 cc
Kala IV
:
100 cc
Total
:
300 cc
2.5 Penyulitan dan Komplikasi
Tekanan darah tinggi :Tidak ada
Kejang
:Tidak ada
Infeksi
:Tidak ada
Lain-lain
:Tidak ada
2.6 Tindakan / Pengobatan pada masa persalinan :
a.
Sebelum
melahirkan : ibu makan 3x sehari dengan porsi sedang dengan nasi, lauk, sayur
dan minum 8-10 gelas / hari
b.
Sesudah melahirkan ibu makan 4x sehari dengan porsi banyak dan
minum 10-12 x gelas / hari
2.7 Buang air
kecil : 4-6 x sehari
2.8 Buang air
besar : 2x sehari
C. Pemeriksaan umum
(data objektif)
a.
Data
Psikologi :
b.
Ibu merasa cemas dengan keadaannya saat ini
c.
Ibu
merasa takut kebutuhan ASI untuk bayinya tidak ada
1) Keadaan
Umum
: Baik
2) Keadaan
Emosional : Stabil
3) Tanda
Vital
:
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Pols
: 76 x/i
RR
: 20 x/i
Temp
: 36,50C
Berat
Badan
: 53 kg
b.
Pemeriksaan
Fisik
1)
Kepala
: rambut hitam, bersih, sedikit rontok dan tidak berketombe
2)
Muka
: tidak ada oedem
3)
Mata
: conjungtiva merah muda, sklera anikterik
4)
Hidung
: bersih, tidak ada polip
5)
Mulut
dan gigi : mulut dan lidah bersih tidak ada scorbut,
gigi bersih tidak ada caries
6)
Telinga
: simetris, bersih
7)
Leher
: tidak ada pembesaran vena jugularis dan tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
8)
Dada
: simetris kanan kiri, payudara membesar nampak penuh dan tegang
9)
Perut
: tidak ada bekas operasi, konsistensi keras, tinggi fundus uteri 3 jari bawah
pusat
10)
Alat
Genetalia : tidak ada oedem dan varises, tidak ada
hemoroid simetris
11)
Estremitas
:
a.
Ekstremitas
atas : pergerakan baik, jari-jari
lengkap tidak ada cacat
b.
Ekstremitas
bawah : simetris, tidak ada oedem,
pergerakan baik
II. IDENTIFIKASI MASALAH, DIAGNOSA DAN KEBUTUHAN
- Diagnosa
Ibu post partum hari ke-2 G III P III A 0 dengan
bendungan ASI
Dasar :
- Payudara penuh ,tegang, dan terasa nyeri
- Suhu tubuh 36,50C
- ASI tidak keluar
- Masalah
- Ibu cemas karena
bayinya tidak bisa mendapatkan ASI
Dasar :
- Payudara penuh, tegang dan terasa nyeri
- ASI tidak keluar
- Kebutuhan
Penyuluhan tentang perawatan dan bresker
Dasar :
a.
ASI
tidak keluar
b.
Payudara
ibu penuh dan tegang
c.
Ibu
post partum hari
ke-2
d.
Ibu
kurang mengerti tentang perawatan payudara pada post partum
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL
Potensial terjadi
mastitis
IV. KEBUTUHAN TERHADAP TINDAKAN SEGERA DAN
KOLABORASI
Kolaborasi dengan dokter
bila terjadi mastitis yang berlanjut
V. PERENCANAAN
-
Jelaskan
pada ibu kondisinya saat ini
-
Jelaskan
manfaat perawatan payudara post partum pada ibu
-
Ajarkan cara perawatan payudara yang baik dan benar pada ibu
-
Anjurkan
pada ibu untuk memberikan ASI pada bayinya
VI. PERENCANAAN
-
Memberikan
penjelasan pada ibu dan keluarga, saat ini ibu mengalami pembendungan ASI yang
menyebabkan payudara ibu penuh, nyeri dan tegang
-
Memberikan
penjelasan pada ibu tentang perawatan payudara serta manfaatnya dapat
memperlancar proses menyusui
-
Mengajarkan
pada ibu perawatan payudara pada ibu dengan melakukan pengurutan payudara
dengan baby oil atau minyak
-
Menganjurkan
ibu untuk member ASI pada bayinya supaya dapat memperlancar proses menyusui
VII. EVALUASI
-
Ibu
mengatakan mengerti keadaannya saat ini
-
Ibu
mengeri penjelasan yang sudah diberikan
-
Ibu berjanji akan melaksanakan anjuran yang diberikan
-
Ibu mengatakan tidak cemas dengan kondisinya saat ini
DAFTAR PUSTAKA
-
Mochtar,
Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Jakarta
: EGC.
-
Pritchard
: Maedonal; Bant, 1999, Obstetri Williams, Surabaya : Airlangga
University
-
Prawirohardjo,
Sarwono, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
-
Prawirohardjo,
Sarwono, 2005, Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan Neonatal, Jakarta
yayasan Bina Pustaka